June 11, 2012

PENDAPATAN NEGARA: BPK temukan potensi kehilangan Rp488 miliar dalam uji petik 60 perusahaan tambang

Oleh Arif Pitoyo
Minggu, 10 Juni 2012 | 12:44 WIB

JAKARTA: BPK menemukan potensi kehilangan pendapatan negara senilai Rp488 miliar dalam uji petik terhadap 60 perusahaan pemegang izin usaha pertambangan sepanjang 2011.

Anggota IV BPK Ali Masykur Musa mengatakan hasil uji petik tersebut menunjukkan kelemahan sistem penghitungan dan penagihan pendapatan negara bukan pajak (PNBP), terutama dalam sektor pertambangan.

“Itu baru 60 perusahaan dari lebih dari 10.600 perusahaan pemegangang izin usaha pertambangan (IUP). Totalnya bisa jauh lebih besar,” katanya, Sabtu (10/6).

Dia menjelaskan potensi kehilangan pendapatan senilai Rp488 miliar didapatkan melalui selisih penghitungan PNBP yang dibayarkan dengan realisasi produksi dan ekspor 60 perusahaan pemegang IUP.

“Jumlah produksi yang diekspor jauh berbeda dengan angka yang ditulis, jauh lebih rendah dari yang diterima negara,” kata Ali.

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2011 yang telah diaudit BPK menyatakan PNBP dari sektor pertambangan non migas, yang terdiri dari pendapatan pertambangan umum dan pendapatan kehutanan, sebesar Rp19,5 triliun.

Pendapatan pertambangan umum pada 2011 adalah Rp16,36 triliun atau meningkat dari pendapatan tahun lalu yang senilai Rp12,64 triliun.

Adapun pendapatan kehutanan mencapai Rp3,21 triliun, lebih besar dari pendapatan 2010 yang sebesar Rp3,00 triliun.

Nilai total PNBP pertambangan umum dan kehutanan hanya 5,89% dari total PNBP 2011 yang jumlahnya melebihi Rp331,33 triliun dan sekitar 9,1% dari total PNBP sumber daya alam tahun lalu senilai Rp213,82 triliun.

Ali berpendapat seharusnya PNBP sektor pertambangan non migas bisa menyumbangkan hingga 30% dari total pendapatan negara jika dibayarkan sesuai realisasi produk dan ekspor.

Dia memaparkan tidak pernah ada kesamaan antara data produksi pertambangan yang dimiliki asosiasi pertambangan, Kementerian ESDM dan BPK.

“Harus ada pihak ketiga yang memeriksa hasil perhitungan sendiri (self assessment) yang dilakukan perusahaan pertambangan, penerimaan akan tinggi kalau BPK diberi kewenangan untuk memeriksa kewajaran penghitungan,” kata Ali.

Pengamat keuangan negara Agus Joko Pramono mengatakan kelemahan terbesar dari sistem penghitungan PNBP saat ini adalah data yang digunakan merupakan data managerial.

Dia mengatakan data produksi dan ekspor perusahaan tersebut sulit diperiksa kebenarannya karena bukan data yang wajib dipublikasikan kepada masyarakat (tidak di-publish).

“BPK harus mendorong data yang dijadikan sumber penghitungan PNBP adalah data publish. Kalau data managerial mudah terjadi manipulasi,” kata Agus.(api)

http://www.bisnis.com/articles/pendapatan-negara-bpk-temukan-potensi-kehilangan-rp488-miliar-dalam-uji-petik-60-perusahaan-tambang

No comments:

Post a Comment