June 4, 2012

MK Batalkan Aturan Luas Minimal Wilayah Pertambangan

Senin, 4 Juni 2012 | 19:28

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan aturan minimal 5 ribu hektare yang tercantum dalam Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

"Pasal 52 ayat (1) sepanjang frasa 'dengan luas paling sedikit 5 ribu hektare' Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD, saat membacakan putusan di Jakarta, Senin.

Bunyi Pasal 52 ayat (1) UU Minerba: "Pemegang IUP (izin usaha pertambangan) Eksplorasi mineral logam diberi WIUP (wilayah izin usaha pertambangan) dengan luas paling sedikit 5 ribu hektare dan paling banyak 100 ribu hektare".

Menurut Mahkamah, batas minimal 5 ribu hektare ini berpotensi mereduksi atau bahkan menghilangkan hak-hak para pengusaha di bidang pertambangan yang akan melakukan eksplorasi dan operasi produksi di dalam WUP (wilayah usaha pertambangan). Sebab, belum tentu dalam suatu WP (wilayah pertambangan) akan tersedia luas wilayah eksplorasi minimal 5 ribu hektare jika sebelumnya telah ditetapkan WPR (wilayah pertambangan rakyat) dan WPN (wilayah pencadangan negara).

Hakim Konstitusi Akil Mochtar, saat membacakan pertimbangan, mengatakan aturan minimum 5 ribu hektare berpotensi menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi hak-hak rakyat dalam berusaha di bidang pertambangan kecil/menengah.

"Kalaupun kriteria 5 ribu hektare ini merupakan bagian dari kebijakan hukum yang terbuka, namun ketidakjelasan mengenai aspek kecukupan lahan yang berpengaruh pada daya dukung dan daya tampung lingkungan yang tidak diatur dalam UU 4/2009, justru semakin mengaburkan nilai penting dari luas minimal 5 ribu hektare ini. Sebab, bisa saja luas wilayah 3.000 hektare sampai dengan 4.000 hektare sudah cukup untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan operasi produksi," kata Akil.

Pengujian UU Minerba ini diajukan oleh penambang rakyat dari Kepulauan Bangka Belitung, Fatriansyah Karya dan Fahrizan. Selain menguji aturan minimal WP yang diatur dalam Pasal 52 ayat (1), mereka juga menguji Pasal 22 huruf e sepanjang frasa "dan/atau".

MK menyatakan bahwa Pasal 22 huruf e sepanjang frasa "dan/atau" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Selain mengabulkan seluruh permohonan Fatriansyah Karya dan Fahrizan, MK juga mengabulkan sebagian permohonan dari Tim Advokasi Hak Atas Lingkungan yang terdiri atas LSM serta perorangan. Termasuk Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan permohonan yang diajukan empat pengusaha tambang yang tergabung dalam Assosiasi Pengusaha Timah Indonesia (APTI) dan Asosiasi Tambangan Rakyat Daerah (Astrada) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Empat pengusaha tambang ini menguji Pasal 22 huruf a, huruf c, dan huruf f, Pasal 38 huruf a, Pasal 51, Pasal 52 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 58 ayat (1), Pasal 60, Pasal 61 ayat (1), Pasal 75 ayat (4), dan Pasal 172 UU 4/2009 yang dinilai merugikan hak-hak konstitusional para Pemohon.

MK menyatakan bahwa permohonan para Pemohon mengenai Pasal 51, Pasal 55 ayat (1), Pasal 60, Pasal 61 ayat (1), dan Pasal 75 ayat (4) UU 4/2009 beralasan menurut hukum. Permohonan untuk Pasal 22 huruf f dan Pasal 52 ayat (1) UU 4/2009 ne bis in idem. Permohonan Pasal 22 huruf a dan huruf c, Pasal 38 huruf a serta Pasal 172 UU 4/2009 tidak beralasan menurut hukum. Dan permohonan Pasal 169 huruf a dan Pasal 173 ayat (2) UU 4/2009 dikesampingkan.

MK menyatakan, Pasal 55 ayat (1) sepanjang frasa "dengan luas paling sedikit 500 ratus hektare" dalam UU Minerba bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pasal 61 ayat (1) sepanjang frasa "dengan luas paling sedikit 5 ribu hektare" UU Minerba bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

MK juga menyatakan Frasa "dengan cara lelang" dalam Pasal 51, Pasal 60, dan Pasal 75 ayat (4) UU Minerba bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Hal itu sepanjang dimaknai, "lelang dilakukan dengan menyamakan antarpeserta lelang WIUP dan WIUPK dalam hal kemampuan administratif/manajemen, teknis, lingkungan, dan finansial yang berbeda terhadap objek yang akan dilelang".

Sedangkan Tim Advokasi Hak Atas Lingkungan menguji Pasal 6 ayat (1) huruf e juncto Pasal 9 ayat (2) juncto Pasal 10 huruf b, Pasal 162 juncto Pasal 136 ayat (2) UU 4/2009 yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam hal ini MK hanya mengabulkan permohonan Pasal 10 huruf b UU 4/2009 yang beralasan menurut hukum untuk sebagian, sedangkan pokok permohonan selebihnya tidak beralasan menurut hukum.

"Pasal 10 huruf b sepanjang frasa "memperhatikan pendapat masyarakat" UU Minerba bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945. Selain itu, tidak mempunyai hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, 'wajib melindungi, menghormati, dan memenuhi kepentingan masyarakat yang wilayah maupun tanah miliknya akan dimasukkan ke dalam wilayah pertambangan dan masyarakat yang akan terkena dampak'," kata Mahfud. (tk/ant)

http://www.investor.co.id/energy/mk-batalkan-aturan-luas-minimal-wilayah-pertambangan/37592

No comments:

Post a Comment